Aku Kusam

Kurang cahaya dan minim api
Sumbunya tak bersahut
Berjalanlah dalam diam
Mengukir kuningan tanpa Brasso secara sporadis

Sombong
Cahaya terbit setiap fajar
Ia masih dari timur
Api pun tak hanya ada pada sumbu

Sombong
Berjalan mengacuhkan sekitar
Diam bukan berarti statis
Bukan hanya tentang perubahan koordinat
Lidah kelu pun hati tetap bangun

Sombong
Ukiran kuningan tetap indah walau Brasso absen
Ya, untuk sekali-kali
Kemudian mengukir dari nol lagi
Yang lalu dijadikan hina

Melulu tentang yang tak abadi
Raga memiliki limit masa
Rohani yang menanti hisab mendesak untuk dipoles
Melalui lika-liku dimensi tiga ini mencari kesejatian
Menjaga bara dari dalam hingga terangnya menembus epidermis

Tiada khawatir jika ragam laku adalah menu santap harian
Tawakal
Tak ayal dalam bermunajat
Begitu kata Pak Zain.

Leave a comment